Rabu, 15 Mei 2013

JIKA DI DZALIMI DI HINA & DI FITNAH


Ketika cacian dan hinaan datang padamu, cukup ucapkan Alhamduilillah. Memang sangat susah dan sulit sekali kita bersikap berdiam dan bersabar apabila kita dihina, diumpat, dikeji, difitnah atau dimalukan. Namun mungkin itu adalah tindakan yang terbaik bagi diri kita. Yakinlah dibalik itu ada rahasia Allah untuk mempermudah segala urusan kita. Allah pertemukan kita dengan sahabat yang mulia hatinya, sahabat membantu kita keluar dari keterpurukan, bahkan pasangan dan anak-anak yang memahami dan menyayangi kita dengan sepenuh hati dan Cintanya.
Dan Juga yakinlah disaat itu Kita akan menemui dan dapat menilai siapa sahabat kita yang sebenar dan siapa musuh kita karena Allah akan membuka hati kita untuk melihat dan berpikir lebih jernih.

Sebenarnya cacian dan hinaan yang dilemparkan itu adalah bentuk Rahmat dan Kasih Sayang Allah kepada kita. Mengapa demikian karena sesungguhnya setiap hinaan yang dilontarkan kepada kita adalah penghapus atas setiap dosa-dosa kita yang telah lalu. dan kita menjadi orang-orang yang beruntung, karena kita akan dapat mendapatkan banyak pahala-pahala secara gratis. Tapi harus dengan syarat, bahwa kita sabar dengan apa perkara yang terjadi.

Ingatlah bahwa terdapat Hikmah yang sangat besar dan bearti di balik setiap hinaan , cacian dan permaslahan yang kita hadapi. Sebenarnya Allah menghendaki kita sebagai hamba-Nya kembali kepada-Nya serta mengadu kepada-Nya karena mungkin selama ini kita semakin jauh, lalai dan lupa kepada-Nya.

Apabila kita difitnah, kita akan tidak dapat tidur malam lantaran memikirkan tentang fitnah yang dilontarkan kepada kita. Maka, kita dengan sendirinya akan bangun untuk melaksankan Shalat Qiyammul Lail, bertahajud setiap penghujung malam untuk bermohon kepada Allah agar diberi ketenangan, maaf, hidayah dan keampunan dari-Nya sepanjang hidup ini.  Insya Allah, hati kita akan menjadi semakin tenang dan bahagia walaupun dikelilingi orang yang senantiasa mencari salah kita dan orang yang tidak mau memandang wajah kita. Tapi YAKINLAH Allah akan memuliakan Wajah kita dan menempatkan kita sebagai hamba-Nya yang Sabar dan bertaqwa.

Rabu, 01 Mei 2013

CARA RUJUK SETELAH TALAK TIGA



Jika seorang suami menceraikan istrinya dengan cerai satu atau dua maka sang suami berhak untuk melakukan rujuk dengan istri, selama masih masa iddah, baik istri ridha maupun tidak ridha. Namun, jika talak tiga sudah jatuh maka suami tidak memiliki hak untuk rujuk kepada istrinya, sampai sang istri dinikahi oleh lelaki lain. Allah berfirman,
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
Jika dia mentalak istrinya (talak tiga) maka tidak halal baginya setelah itu, sampai dia menikah dengan lelaki yang lain ….” (Q.S. Al-Baqarah:230)
Pernikahan wanita ini dengan lelaki kedua bisa menjadi syarat agar bisa rujuk kepada suami pertama, dengan syarat:
Pertama: Dalam pernikahan yang dilakukan harus terjadi hubungan badan, antara sang wanita dengan suami kedua. Berdasarkan hadis dari Aisyah, bahwa ada seorang sahabat yang bernama Rifa’ah, yang menikah dengan seorang wanita. Kemudian, dia menceraikan istrinya sampai ketiga kalinya. Wanita ini, kemudian menikah dengan lelaki lain, namun lelaki itu impoten dan kurang semangat dalam melakukan hubungan badan.
Dia pun melaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan harapan bisa bercerai dan bisa kembali dengan Rifa’ah. Namun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kamu ingin agar bisa kembali kepada Rifa’ah? Tidak boleh! Sampai kamu merasakan madunya dan dia (suami kedua) merasakan madumu.” (H.R. Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, dan At-Turmudzi)
Yang dimaksud “kamu merasakan madunya dan dia merasakan madumu” adalah melakukan hubungan badan.
Kedua: Pernikahan ini dilakukan secara alami, tanpa ada rekayasa dari mantan suami maupun suami kedua. Jika ada rekayasa maka pernikahan semacam ini disebut sebagai “nikah tahlil“; lelaki kedua yang menikahi sang wanita, karena rekayasa, disebut “muhallil“; suami pertama disebut “muhallal lahu“. Hukum nikah tahlil adalah haram, dan pernikahannya dianggap batal.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Nikah muhallil adalah haram, batal, menurut pendapat umumnya ulama. Di antaranya: Hasan Al-Bashri, Ibrahim An-Nakha’i, Qatadah, Imam Malik, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu Mubarak, dan Imam Asy-Syafi’i.” (Al-Mughni, 7:574)
Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang menjadi muhallil dan muhallal lahu. Dari Ali bin Abi Thalib, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (H.R. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Bahkan, telah termasuk tindakan “merekayasa” ketika ada seorang lelaki yang menikahi wanita yang dicerai dengan talak tiga, dengan niat untuk dicerai agar bisa kembali kepada suami pertama, meskipun suami pertama tidak mengetahui.
Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar, bahwa ada seseorang datang kepada beliau dan bertanya tentang seseorang yang menikahi seorang wanita. Kemudian, lelaki tersebut menceraikan istrinya sebanyak tiga kali. Lalu, saudara lelaki tersebut menikahi sang wanita, tanpa diketahui suami pertama, agar sang wanita bisa kembali kepada saudaranya yang menjadi suami pertama. Apakah setelah dicerai maka wanita ini halal bagi suami pertama? Ibnu Umar memberi jawaban, “Tidak halal. Kecuali nikah karena cinta (bukan karena niat tahlil). Dahulu, kami menganggap perbuatan semacam ini sebagai perbuatan zina di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (H.R. Hakim dan Al-Baihaqi; dinilai sahih oleh Al-Albani)
wAllahu a’lam.